ngobrol.online Suasana malam di Depok Open Space (DOS) terasa berbeda. Ratusan warga tampak antusias memadati area terbuka itu untuk menyaksikan Malam Parahyangan Depok, atau yang akrab disebut Mapay Depok. Acara ini menghadirkan kesenian khas Sunda seperti musik gamelan, tari tradisional, dan puncaknya pertunjukan wayang golek.
Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Ikatan Budaya Sunda (IBS) Kota Depok, dengan tujuan memperkuat identitas budaya daerah sekaligus menjadi wadah pelestarian seni tradisional. Masyarakat dari berbagai kalangan hadir menikmati acara ini, mulai dari pelajar, komunitas seni, hingga tokoh masyarakat.
Hadir pula Wali Kota Depok, Supian Suri, yang memberikan apresiasi besar terhadap kegiatan kebudayaan ini. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa kegiatan semacam ini menjadi bukti nyata bahwa masyarakat Depok masih memiliki rasa cinta mendalam terhadap budaya leluhur.
“Pagelaran ini bukan hanya hiburan, tetapi juga warisan yang harus kita jaga. Saya bangga melihat semangat masyarakat Depok dalam melestarikan budaya Sunda,” ujar Supian Suri.
Wayang Golek Jadi Simbol Kearifan Lokal
Pertunjukan wayang golek menjadi daya tarik utama malam itu. Dalang Deden Komara Hudaya tampil memukau dengan gaya khasnya yang humoris namun sarat makna. Tokoh-tokoh legendaris seperti Cepot, Dawala, dan Semar hadir di atas panggung, menghidupkan suasana dengan dialog yang lucu dan penuh pesan moral.
Wayang golek bukan sekadar pertunjukan seni, tetapi juga media pendidikan yang menyampaikan nilai-nilai kehidupan, seperti kejujuran, kerja keras, dan kebijaksanaan. Dalam lakon malam itu, cerita yang dibawakan mengangkat tema kebersamaan, persaudaraan, dan pentingnya menjaga harmoni di tengah perbedaan.
Bagi masyarakat Sunda, Cepot memiliki tempat istimewa. Ia dikenal sebagai tokoh lucu, cerdas, dan sering menyuarakan kebenaran lewat guyonan. Tak heran jika setiap kali Cepot muncul di panggung, penonton langsung bersorak riang.
Wali Kota Depok Ngobrol Bareng Si Cepot
Momen yang paling mencuri perhatian terjadi ketika Wali Kota Depok naik ke panggung. Didampingi oleh istrinya, Siti Barkah Hasanah, yang juga Ketua Tim Penggerak PKK, Supian Suri tampak santai berbincang langsung dengan Si Cepot.
Percakapan berlangsung dalam bahasa Sunda yang fasih, menciptakan suasana yang akrab dan hangat. Si Cepot, dengan gaya kocaknya, melemparkan berbagai pertanyaan spontan yang membuat penonton tertawa terbahak-bahak.
Namun di balik humor tersebut, percakapan mereka juga berisi pesan penting. Si Cepot sempat menyinggung tentang pentingnya gotong royong, kejujuran dalam memimpin, dan kedekatan antara pemerintah dan masyarakat. Wali kota pun menanggapinya dengan bijak dan penuh senyum.
“Ngobrol dengan Si Cepot ini luar biasa. Selain lucu, banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa kita ambil. Budaya Sunda itu kaya, dan harus terus kita jaga bersama,” ucapnya sambil disambut tepuk tangan penonton.
IBS Depok Dorong Regenerasi Budaya Lokal
Ketua Ikatan Budaya Sunda (IBS) Kota Depok menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya memperkenalkan budaya Sunda kepada generasi muda. Banyak anak-anak dan remaja yang selama ini lebih akrab dengan budaya modern, sehingga perlu wadah yang mengajak mereka mengenal tradisi leluhur secara menyenangkan.
“Kami ingin generasi muda tidak hanya tahu tentang budaya luar, tetapi juga bangga dengan budaya sendiri. Wayang golek, karawitan, dan bahasa Sunda adalah bagian dari identitas yang tidak boleh hilang,” ujar salah satu pengurus IBS.
IBS juga berencana menjadikan Malam Parahyangan Depok sebagai agenda tahunan. Dengan dukungan pemerintah kota dan komunitas seni, mereka optimistis Depok bisa menjadi salah satu kota yang aktif dalam pelestarian seni tradisional di Jawa Barat.
Pelestarian Budaya Jadi Tanggung Jawab Bersama
Wali Kota Depok menegaskan bahwa pelestarian budaya daerah tidak bisa hanya dibebankan kepada seniman atau komunitas budaya. Pemerintah, masyarakat, dan generasi muda harus berkolaborasi agar warisan budaya tetap hidup dan relevan di masa kini.
Ia juga menyoroti pentingnya edukasi budaya di sekolah. Menurutnya, mengenalkan kesenian tradisional sejak dini akan membuat anak-anak lebih menghargai akar budayanya sendiri.
“Budaya lokal adalah jati diri kita. Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi? Pemerintah tentu mendukung penuh setiap kegiatan budaya, termasuk seperti malam ini,” tutur Supian Suri.
Selain itu, acara seperti Malam Parahyangan juga menjadi sarana memperkuat kebersamaan warga. Melalui kesenian, masyarakat bisa berkumpul, tertawa, dan merayakan kebinekaan tanpa sekat sosial.
Seni, Identitas, dan Masa Depan Depok
Pagelaran budaya ini bukan hanya memperlihatkan kekayaan seni Sunda, tetapi juga memperkuat posisi Depok sebagai kota yang menghargai keberagaman. Meski merupakan kota urban yang berkembang pesat, Depok masih memelihara akar budaya daerah dengan baik.
Di tengah derasnya arus globalisasi, kegiatan seperti Malam Parahyangan Depok menjadi penyeimbang yang menghadirkan nilai-nilai lokal di ruang publik. Seni menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan — antara tradisi dan modernitas.
“Budaya itu tidak lekang oleh waktu. Selama kita mencintainya, ia akan terus hidup. Wayang golek ini buktinya — sudah ratusan tahun tapi masih bisa membuat kita tertawa dan belajar,” ucap salah satu penonton yang hadir malam itu.
Kesimpulan: Depok Menari dalam Irama Budaya
Acara Malam Parahyangan Depok meninggalkan kesan mendalam bagi masyarakat. Dari panggung sederhana di Depok Open Space, muncul tawa, pesan moral, dan semangat kebersamaan yang mempererat hubungan antarwarga.
Kehadiran Wali Kota Depok bersama tokoh budaya dan masyarakat menjadi simbol nyata bahwa pelestarian budaya bukan sekadar nostalgia, tetapi investasi bagi masa depan.
Lewat wayang golek dan kehangatan tokoh Si Cepot, Depok kembali diingatkan akan pentingnya menjaga warisan leluhur sambil terus bergerak maju sebagai kota modern yang tetap berpijak pada nilai-nilai budaya.

Cek Juga Artikel Dari Platform festajunina.site
