ngobrol.online Kegiatan Ngobrol Bareng Wamen Fajar (NGAJAR) kembali menjadi perhatian dalam rangkaian Jambore Pelajar Teladan Bangsa (JPTB) XII. Program ini digelar oleh Kemendikdasmen melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) bersama MAARIF Institute. Suasananya hangat dan penuh semangat, karena para pelajar dapat berdialog langsung dengan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq. Tema yang dibahas sangat relevan: budaya sekolah yang aman, nyaman, dan gembira.
NGAJAR menjadi salah satu bentuk dukungan terhadap misi Asta Cita menuju Indonesia Emas 2045. Fokusnya adalah memperkuat karakter pelajar agar mampu menghadapi tantangan sosial, teknologi, serta dinamika global. Sebanyak 100 pelajar SMA dan sederajat dari berbagai provinsi mengikuti kegiatan ini. Mereka berasal dari 87 sekolah yang mewakili ragam budaya dari 25 provinsi di seluruh Indonesia.
Para peserta mengikuti pelatihan yang mencakup nilai toleransi, persatuan, kepedulian sosial, hingga wawasan kebinekaan. Pembelajaran ini mendorong pelajar untuk memiliki empati dan sensitif terhadap isu-isu di sekitarnya, baik lokal maupun global.
Sekolah Harus Hadir sebagai Ruang Aman
Dalam sesi dialog, Wamen Fajar memberi penekanan khusus tentang pentingnya sekolah sebagai ruang tumbuh yang aman dan bebas kekerasan. Hal ini selaras dengan regulasi tentang pencegahan kekerasan di satuan pendidikan. Ia mengingatkan bahwa sekolah tidak boleh memberi ruang sedikit pun bagi tindakan perundungan, diskriminasi, maupun perilaku yang merugikan murid.
Menurut Fajar, setiap sekolah wajib memiliki Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Tim ini memegang peran penting sebagai garda terdepan dalam mendeteksi potensi masalah. Selain itu, TPPK bertugas menangani kasus kekerasan, mendampingi korban, memberikan rekomendasi sanksi, serta menyusun langkah pencegahan.
Ia menegaskan bahwa keberadaan TPPK harus diikuti kanal aduan yang mudah dijangkau. Murid perlu diberi ruang aman untuk melapor tanpa rasa takut. Inilah prinsip dasar yang harus diterapkan untuk mewujudkan lingkungan belajar yang sehat dan manusiawi.
Namun, Fajar mengingatkan bahwa regulasi hanya menjadi dokumen jika tidak dijalankan bersama. Komitmen seluruh warga sekolah—guru, kepala sekolah, siswa, hingga orang tua—menjadi kunci efektifnya pelaksanaan aturan tersebut.
Komitmen Kolektif Menjadi Kunci
Fajar menjelaskan bahwa membangun sekolah yang aman memerlukan budaya yang konsisten. Tindakan nyata lebih penting daripada sekadar slogan. Guru harus memberi contoh perilaku yang menghargai keberagaman. Siswa juga harus berani mengingatkan teman sebaya bila ada tindakan yang melanggar nilai kemanusiaan.
Selain itu, sekolah perlu menjaga komunikasi dengan orang tua. Keluarga memegang peran besar dalam membentuk karakter anak. Jika kerja sama ini berjalan baik, budaya sekolah yang sehat akan terbentuk lebih cepat.
Penguatan Karakter Melalui Pelatihan dan Dialog
Pelajar yang hadir di JPTB XII tidak hanya menerima materi, tetapi juga belajar melalui pengalaman langsung. Kegiatan pelatihan disusun secara partisipatif, sehingga peserta dapat berperan aktif dalam diskusi. Mereka mempelajari nilai toleransi, kebinekaan, dan kemampuan berkolaborasi.
Nilai-nilai tersebut menjadi fondasi penting bagi generasi muda yang hidup di era digital. Informasi bergerak cepat, tantangan sosial muncul setiap hari, dan tekanan mental pada remaja terus meningkat. Karena itu, pelajar harus memiliki karakter kuat, empati yang baik, dan kemampuan mengontrol diri dalam situasi sensitif.
Peran Guru BK dan Tantangan Teknologi
Pada kesempatan lain, Fajar mengingatkan bahwa penguatan karakter tidak hanya bertumpu pada kebijakan. Guru Bimbingan dan Konseling (BK) memegang peran strategis dalam mendampingi pelajar. Mereka perlu dibekali kompetensi konseling yang lebih kuat. Pendekatannya harus menyentuh aspek emosional, sosial, dan moral.
Tantangan pelajar saat ini juga berkaitan dengan teknologi. Penggunaan gawai, internet, dan media sosial yang intens dapat membawa dampak positif maupun negatif. Oleh karena itu, literasi digital dan kesadaran etika digital menjadi bagian penting dalam proses penguatan karakter.
MAARIF Institute Dorong Penguatan Nilai Kemanusiaan
MAARIF Institute sebagai mitra penyelenggara menegaskan bahwa JPTB bukan sekadar pertemuan pelajar. Ini adalah ruang pembelajaran nilai kemanusiaan. Peserta menunjukkan karya mereka melalui deklarasi pelajar ramah, poster kampanye, serta pertunjukan seni. Semua itu menggambarkan praktik baik dari karakter yang inklusif.
Nilai-nilai ini menjadi modal awal bagi pelajar untuk membangun masa depan yang lebih harmonis. Mereka diharapkan menjadi agen perubahan di lingkungan masing-masing.
Puspeka: Pelajar Adalah Agen Perubahan
Kepala Puspeka menegaskan bahwa pelajar memiliki peran besar dalam masa depan bangsa. Mereka bukan sekadar penerima manfaat pendidikan, tetapi juga aktor yang mampu menciptakan perubahan. Setiap pelajar diharapkan dapat menyebarkan nilai kebaikan, toleransi, dan penghargaan terhadap perbedaan.
Penutup: Membangun Generasi Emas Dimulai dari Karakter
Pelaksanaan NGAJAR di JPTB XII menunjukkan bahwa penguatan karakter adalah agenda penting bagi Indonesia. Kolaborasi pemerintah, sekolah, dan masyarakat sipil menghasilkan langkah nyata dalam mendidik generasi muda. Dengan karakter kuat, budaya damai, dan pemahaman kebinekaan, pelajar Indonesia akan siap menghadapi masa depan dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.

Cek Juga Artikel Dari Platform kalbarnews.web.id
